Artikel saya dimuat di BERGEMA edisi Oktober 2013
“Hati-hatilah,
supaya jangan engkau melupakan Tuhan, Allahmu.” (Ulangan 8:11a)
Kondisi
badan Anda sehat. Anda dapat bergerak lincah ke sana kemari untuk melakukan
berbagai aktivitas secara menyenangkan. Seolah tiada hambatan yang dijumpai.
Khususnya pada akhirnya Anda dapat bekerja. Ketika sedang bekerja, Anda sempat
menemui berbagai kesulitan. Tetapi beberapa menit kemudian, Anda malah mampu
mengatasi kesulitan itu sendiri. Anda pun nyaris senang kegirangan dan tanpa
basa-basi langsung melanjutkan aktivitas lainnya sembari tersenyum. Tetapi ada
satu hal yang Anda lupa : membawa bekal berupa makanan dari rumah untuk dimakan
di kantor tempat Anda bekerja pada jam istirahat. Ketika jam istirahat tiba,
ada seorang rekan kerja Anda yang memberi Anda makanan berisi nasi putih dan
sayur kembang tahu yang telah dikemas dengan kemasan yang baik. Anda
berterimakasih kepadanya, dan tanpa basa-basi langsung mengonsumsinya dengan
penuh semangat, karena Anda nyaris kelaparan mengingat belum sarapan pada pagi
hari sebelum berangkat kerja. Waktu kerja kini telah usai, segera mengendarai
mobil, dan tiba di rumah dengan selamat. Bahkan Anda mendapat penghasilan yang
cukup besar dari tempat Anda bekerja selama ini, sehingga Anda bisa membeli barang-barang
yang sangat Anda perlukan. Dan tidak jarang, Anda bisa membeli barang-barang
yang cukup mahal harganya.
Kehidupan
Anda nyaris berjalan mulus. Seolah hidup Anda dimudahkan oleh Tuhan. Semua
terlihat baik dan sempurna, pikir Anda. Ya, pada akhirnya Anda lebih mencintai
pemberian-Nya karena begitu nikmatnya pemeliharaan Allah. Jika Allah
memperkenankan Anda menikmati kelimpahan berupa harta kekayaan, sehat jasmani,
sehat rohani, dan lain-lain, ingatlah dari mana semuanya itu berasal. Sehingga
baiklah bagi kita untuk senantiasa tidak melupakan Tuhan dan memuji Dia atas
segala kebaikan-Nya yang tak terhingga, serta menyadari bahwa semuanya bukan
karena kekuatan dan kemampuan kita. (Hanna Kristina/St. Theresia; Sumber inspirasi
: “Santapan Rohani”, 19 Juli 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar